MELAKSANAKAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA

Januari 24, 2018 hilda 16 Comments


MELAKSANAKAN PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA


 Beberapa contoh kasus dan tindakan pertolongan pertama (pasmajaya, 2008) yaitu sebagai berikut:

a)         Pingsan (Syncope/collapse) yaitu hilangnya kesadaran sementara karena otak kekurangan O2, lapar, terlalu banyak mengeluarkan te naga, dehidrasi (kekurangan cair an tubuh), hiploglikemia, animea.



Gejala
Penanganan
Perasaan limbung
Baringkan korban dalam posisi terlentang
Pandangan berkunang-kunang
Tinggikan tungkai melebihi ting gi jantung
Telinga berdenging
Longgarkan pakaian yang me ngikat dan hilangkan barang yang menghambat pernafasan
Nafas tidak teratur
Beri udara segar
Muka pucat
Periksa kemungkinan cedera lain
Biji mata melebar
Selimuti korban
Lemas
Korban diistirahatkan beberapa saat
Keringat dingin
Bila tak segera sadar, periksa nafas dan nadi, posisi stabil kemudian rujuk ke instansi ke sehatan
Menguap berlebihan

Tak respon (beberapa menit)

Denyut nadi lambat




b)             Dehidrasi yaitu suatu keadaan dimana tubuh mengalami ke kurangan cairan. Hal ini terjadi apabila cairan yang dikeluarkan tubuh melebihi cairan yang ma suk. Keluarnya cairan ini biasanya disertai dengan elektrolit (K, Na, Cl, Ca). Dehidrasi disebabkan ka rena kurang minum dan disertai kehilangan cairan/banyak keringat karena udara terlalu panas atau aktivitas yang terlalu berlebihan.



Gejala
Penanganan
Kekurangan cairan 5% dari berat badan
Mengganti cairan yang hilang dan mengatasi shock
Penderita merasa haus
Mengganti elektrolit yang le mah
Denyut nadi lebih dari 90 kali per menit
Mengenal dan mengatasi kom plikasi yang ada
Gejala dehidrasi sedang Kekurangan cairan antara 5%-10% dari berat badan
Memberantas penyebabnya
Denyut nadi lebih dari 90 kali per menit
Rutinlah minum jangan tunggu haus
Nadi lemah

Sangat haus

Gejala dehidrasi berat Defisit cairan lebih dari 10% dari berat badan

Hipotensi

Mata cekung

Nadi sangat lemah, sampai tak terasa

Kejang-kejang


c)             Asma yaitu penyempitan/ gangguan saluran pernafasan


Gejala
Penanganan
Sukar bicara tanpa berhenti, untuk menarik nafas
Tenangkan korban
Terdengar suara nafas tambah an
Bawa ketempat yang luas dan sejuk
Otot Bantu nafas terlihat me nonjol (dileher)
Posisikan ½ duduk
Irama nafas tidak teratur
Atur nafas
Terjadinya perubahan warna kulit merah/pucat/ kebiruan/ sianosis)
Beri (bantu) oksigen bila diperlukan
Kesadaran menurun (gelisah/ meracau


d)            Memar yaitu pendarahan yang terjadi di lapisan bawah kulit akibat dari benturan keras


Warna kebiruan/merah pada kulit
Kompres dingin
Nyeri jika di tekan
Balut tekan
Kadang disertai bengkak
Tinggikan bagian luka

e)             Luka yaitu suatu keadaan terputus nya kontinuitas jaringan secara tiba-tiba karena kekerasan/injury.
Terbukanya kulit
Bersihkan luka dengan anti septic (alcohol/boorwater)
Pendarahan
Tutup luka dengan kasa steril/ plester
 Rasa nyeri
Balut tekan (jika pendarahan nya besar)

Jika hanya lecet, biarkan ter buka supaya kering

f)              Luka bakar yaitu luka yang terjadi akibat sentuhan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik, atau zat-zat yang bersifat membakar).
Matikan api dengan memutuskan suplai oksigen
Luka ditutup dengan perban atau kain bersih kering yang tak dapat melekat pada luka
Perhatikan keadaan umum penderita
Penderita dikerudungi kain pu tih
Pendinginan yaitu dilakukan de ngan membuka pakaian penderita/ korban. Kemudian, merendam dalam air atau air mengalir selama 20 atau 30 menit. Untuk daerah wajah, cukup di kompres air.
Luka jangan diberi zat yang tak larut. Khusus untuk luka bakar di daerah wajah, posisi kepala harus lebih tinggi dari tubuh

g)             Gigitan binatang; gigitan binatang dan sengatan, biasanya merupa kan alat dari binatang tersebut untuk mempertahankan diri dari lingkungan atau sesuatu yang me ngancam keselamatan jiwanya. Gigitan binatang terbagi menjadi dua jenis; yang berbisa (beracun) dan yang tidak memiliki bisa. Pada umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang lebih besar dari pada luka biasa.


·           Cucilah bagian yang tergigit dengan air hangat dengan sedikit
antiseptik.
·           Bila pendarahan, segera dirawat kemudian dibalut.

h)             Gigitan ular; tidak semua ular ber bisa, akan tetapi hidup penderita/ korban tergantung dari ketepatan diagnosa, maka pada keadaan yang meragukan ambillah sikap menganggap bahwa ular tersebut berbisa. Sifat bisa atau racun ular terbagi menjadi 3, yaitu :
Gejala
Penanganan
Hematotoksin (keracunan dalam)
Terlentangkan/ baringkan pen derita dengan bagian yang ter gigit lebih rendah dari jantung.
Neurotoksin (bisa/racun menye rang sistem saraf)
Tenangkan penderita, agar pen jalaran bisa/ racun ular tidak se makin cepat
Histaminik (bisa menyebabkan alergi pada korban)
Cegah penyebaran bisa pende rita dari daerah gigitan yaitu:
·      Torniquet di bagian proximal daerah gigitan pembengkak an untuk membendung se bagian aliran limfa dan vena, tetapi tidak menghalangi alir an arteri. Torniquet / toniket dikendorkan setiap 15 menit selama + 30 detik
·      Letakkan daerah gigitan dari tubuh
·      Lakukan kompres es,
·      Usahakan agar penderita setenang mungkin, bila perlu berikan petidine 50 mg/ im untuk menghilangkan rasa nyeri.
·      Perawatan luka
·      Hindari kontak luka dengan larutan asam
·      KMn04, yo dium atau benda panas
·      Zat anestetik disuntikkan sekitar luka jangan ke dalam lukanya, bila perlu pengeluar an ini dibantu dengan pe ngisapan melalui breast pump sprit atau dengan isapan mu lut sebab bisa ular tidak ber bahaya bila ditelan (selama tidak ada luka di mulut).
·      Bila memungkinkan, berikan suntikan anti bisa (antifenin
·       Perbaikan sirkulasi darah
·      Kopi pahit pekat
·      Kafein nabenzoat 0,5 gr im/iv
·      Bila perlu diberikan pula vasakonstriktor

i)        Gigitan lipan

Gejala
Penanganan
Ada sepasang luka bekas gigitan
Kompres dengan air dingin dan cuci dengan obat antiseptik
Sekitar luka bengkak, rasa ter bakar, pegal dan sakit biasanya hilang dengan sendirinya se telah 4-5 jam

j)       Gigitan Lintah dan Pacet

Gejala
Penanganan
Pembengkakan, gatal dan kemerah – merahan
Lepaskan lintah/pacet dengan bantuan air tembakau/ air garam

Bila ada tanda-tanda reaksi
kepekaan, gosok dengan obat atau
salep anti gatal


16 comments:

PENYAKIT AKIBAT KERJA

Januari 24, 2018 hilda 2 Comments


PENYAKIT AKIBAT KERJA



1.             Pengertian Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau man made disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain yang menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.( Hebbie Ilma Adzim, 2013)

 2.                  Penyebab Penyakit Akibat Kerja

Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja, berikut beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada di tempat kerja.

a)      Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan. Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam, yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari dengan pencahayaan buatan 50-500 lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh :
·            Iritasi pada mata / conjunctiva
·            Penglihatan ganda
·            Sakit kepala
·            Daya akomodasi dan konvergensi turun
·            Ketajaman penglihatan
Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja. Grandjean (1980) menyarankan sistem desain pencahayaan di tempat kerja sebagai berikut:
·      Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam penglihatan pekerja
·      Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-mesin, meja, kursi, dan tempat kerja
·      Hindari pemasangan lampu FL yang tegak lurus dalam garis penglihatan

b)      Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan, kabut

c)      Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll

d)     Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.

e)      Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan

3.             Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja

Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain: Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah maupun ulah manusia, yaitu lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri dan teknologi yang ada. Partikel-partikel udara sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau pneumoconiosis. Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam paru-paru. Penyakit pneumoconiosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap kedalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi, antrakosis, dan beriliosis.

a)      Penyakit Silikosis


Penyakit silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda) dll. Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat penampang besi, timah putih dan tambang batu bara. Pemakaian batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu alumunia, oksida besi dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada obatnya yang tepat.

b)     Penyakit Asbestosis


Penyakit asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak nafas dan batuk-batuk yang disertai dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis ini.

c)      Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau pergudangan kapas. Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama peda hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.

d)     Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilkoantrakosis.

e)      Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis, dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.  

f)       Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus kronis, misal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau edema paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.

g)      Penyakit Kulit


Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka, atau karena faktor lain.

h)      Kerusakan Pendengaran


Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilang pendengaran.

i)        Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.

j)       Kanker
Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja (karsinogen) sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.

k)     Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.

l)        Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.

m)   Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuropatiperifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol, atau tidak diketahui penyebabnya. Depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Selain itu, Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.

n)     Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal: parfum, derivate petroleum, rokok.

4.             Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja

a.      Faktor Fisik
1)        Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
2)        Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
3)        Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak
4)        Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
5)        Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh manusia
6)        Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
7)        Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis
Pencegahan:
1)        Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2)        Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3)        Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4)        Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5)        Pelindung mata untuk sinar laser
6)        Filter untuk mikroskop

b.      Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping(produk), sisa produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel Cara masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1)        Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2)        Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3)        Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4)        Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
5)        Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

c.       Faktor Biologi
·           Viral Desiases: rabies, hepatitis
·           Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus
·           Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
1)        Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi, dan desinfeksi.
2)        Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3)        Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice).
4)        Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5)        Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius, dan spesimen secara benar.
6)        Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
7)        Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8)        Kebersihan diri dari petugas.

d.        Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).

e.       Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerja berlebihan, kerja kurang, kerja shift, dan terpencil). Manifestasinya berupa stress. Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:
1)        Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
2)        Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3)        Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
4)        Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal

5.                  Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:

a)             Menentukan diagnosis klinis Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

b)             Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis
1.        Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
2.        Bahan yang diproduksi
3.        Materi (bahan baku) yang digunakan
4.        Jumlah pajanannya
5.        Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
6.        Pola waktu terjadinya gejala
7.        Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
8.        Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan sebagainya)

c)        Menentukan apakah pajanan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung.

d)       Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.

e)        Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.

f)         Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit? Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.

g)        Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan), dan data epidemiologis.

6.             Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Berikut ini beberapa tips dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
·           Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
·           Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut
·           Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan

Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti berikut ini:

a.         Pencegahan Pimer – Healt Promotio
·           Perilaku kesehatan
·           Faktor bahaya di tempat kerja
·           Perilaku kerja yang baik
·           Olahraga
·           Gizi

b.        Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
·           Pengendalian melalui perundang-undangan
·           Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
·           Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
·           Pengendalian jalur kesehatan imunisasi

c.         Pencegahan Tersier
·           Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
·           Pemeriksaan kesehatan berkala
·           Pemeriksaan lingkungan secara berkala
·           Surveilans
·           Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
·           Pengendalian segera ditempat kerja

Dalam pengendalian penyakit akibat kerja, salah satu upaya yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan bisa dilakukan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih lanjut. Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan mengakibatkan cacat. Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah.
1.        Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.
2.        Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara teratur serta dilakukan pengobatan.
Disamping itu perubahan awal seringkali bisa pulih dengan penanganan yang tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat kerja sangat penting. Sekurang-kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam deteksi dini yaitu:
1.      Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi sputum yang abnormal, dan sebagainya.
2.      Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas kerja fisik, uji saraf, dan sebagainya.
3.      Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis. Misalnya rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut organik. Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh yaitu pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
·         Pemeriksaan sebelum penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.
·         Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang memungkinkan terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh, audiometri adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting untuk mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena lingkungan kerja tercemar debu.

7.             Tata cara pelaporan Penyakit Akibat Kerja

a.       Permennaker No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor PAK. 

·           Pasal 2 (a) : pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Bina lindung Tenaga Kerja setempat. 
·           Pasal 3 (a) : Laporan dilakukan dalam waktu paling lama 2 kali 24 jam setelah penyakit dibuat diagnosa.

b.      Kepmannaker No. Kepts. 333/Men/1989 tentang Diagnosa dan Pelaporan PAK 

·           Pasal 3 (3) : setelah ditegakkan diagnosis PAK oleh dokter pemriksa maka wajib membuat laporan medik. 
·           Pasal 4 (a) :PAK harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerjayang bersangkutan selambat-lambatnya 2 kali 24 jam kepada Kanwil Depnaker melalui Kantor Depnaker.

·           Pasal 4 (b) : Untuk melaporkan PAK harus menggunakan bentuk B2/F5, B3/F6, B8/F7.

2 comments: