PENYAKIT AKIBAT KERJA
1.
Pengertian Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja.
Dengan demikian, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang artifisual atau
man made disease. Sejalan dengan hal tersebut terdapat pendapat lain yang
menyatakan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah gangguan kesehatan baik
jasmani maupun rohani yang ditimbulkan ataupun diperparah karena aktivitas
kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan.( Hebbie Ilma Adzim, 2013)
2.
Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum
terjadi di tempat kerja, berikut beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan
penyebab dari penyakit yang ada di tempat kerja.
a)
Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi,
penerangan. Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam,
yaitu berkisar 2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada
malam hari dengan pencahayaan buatan 50-500 lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh :
·
Iritasi pada mata / conjunctiva
·
Penglihatan ganda
·
Sakit kepala
·
Daya akomodasi dan konvergensi turun
·
Ketajaman penglihatan
Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di
tempat kerja. Grandjean (1980) menyarankan sistem desain pencahayaan di tempat
kerja sebagai berikut:
·
Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam penglihatan pekerja
·
Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-mesin, meja, kursi, dan
tempat kerja
·
Hindari pemasangan lampu FL yang tegak lurus dalam garis penglihatan
b)
Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas,
larutan, kabut
c)
Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
d)
Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.
e)
Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan
3.
Macam-Macam Penyakit Akibat Kerja
Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara
lain: Pencemaran udara oleh partikel dapat disebabkan karena peristiwa alamiah
maupun ulah manusia, yaitu lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang
mencemari udara banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis
kegiatan industri dan teknologi yang ada. Partikel-partikel udara sangat
merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang tercemar oleh partikel
dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau
pneumoconiosis. Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang
disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap didalam
paru-paru. Penyakit pneumoconiosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis
partikel (debu) yang masuk atau terhisap kedalam paru-paru. Beberapa jenis
penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak
kegiatan industri dan teknologi, yaitu silikosis, asbestosis, bisinosisi,
antrakosis, dan beriliosis.
a)
Penyakit Silikosis
Penyakit silikosis
disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk
ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak
terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan
besi (mengikir, menggerinda) dll. Selain dari itu, debu silika juga banyak
terdapat di tempat penampang besi, timah putih dan tambang batu bara. Pemakaian
batu bara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkam debu silika bebas SiO2.
Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara
bersama-sama dengan partikel yang lainya, seperti debu alumunia, oksida besi
dan karbon dalam bentuk debu. Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh
debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan
lingkungan yamg ketat sebab penyakit silikosis belum ada obatnya yang tepat.
b) Penyakit Asbestosis
Penyakit asbestosis adalah
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari
udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling
utama adalah magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan
industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap
asbes dan lain sebagainya. Debu asbes yang terhirup ke dalam paru-paru akan
mengakibatkan gejala sesak nafas dan batuk-batuk yang disertai dahak.
Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak besar/melebar. Apabila dilakukan
pemeriksaan pada dahak maka akan tampak debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian
asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran
akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan mengakibatkan asbestosis
ini.
c) Penyakit Bisnosis
Penyakit bisnosis adalah
penyakit yang disebabkan oleh pencemaran debu kapas atau serat kapas di udara
yang kemudian terhisap kedalam paru-paru. Pencemaran ini dapat dijumpai pada
pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan, atau pergudangan kapas.
Masa inkubasi penyakit bisnosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda
awal penyakit bisnosis ini berupa sesak nafas, terasa berat pada dada, terutama
peda hari senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Pada bisnosis yang
sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan
penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
d) Penyakit Antrakosis
Penyakit antrakosis adalah
penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batu bara. Penyakit ini
biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja
yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada
tanur besi, lokomotif (stoker), dan juga pada kapal laut bertenaga batubara,
serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu: penyakit antrakosis murni, penyakit
silikoantrakosis, dan penyakit tuberkolosilkoantrakosis.
e) Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh
debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam
bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saliran pernafasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis,
dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering, dan
sesak nafas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri
yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik
fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio, dan juga pada pekerja pengolahan bahan
penunjang industri nuklir.
f) Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan
dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma akibat kerja. Sering
didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus kronis, misal:
asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau edema
paru akut. Penyakit ini disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
g) Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak
spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, dan kadang sembuh sendiri.
Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang
berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi
iritan yang merupakan penyebab, membuat peka, atau karena faktor lain.
h)
Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan
pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus
bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan
dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang
pencegahan terjadinya hilang pendengaran.
i)
Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur
yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan
daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan
bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh
gerakan berulang yang tidak wajar.
j) Kanker
Adanya presentase yang
signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan di tempat
kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja (karsinogen) sering kali didapat dari
laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk
terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
k) Coronary Artery
Penyakit ini disebabkan
oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.
l)
Penyakit Liver
Sering didiagnosis sebagai
penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting
riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
m) Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik
yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuropatiperifer, sering
dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol, atau tidak diketahui penyebabnya.
Depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan
yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan
pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi
SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl
ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Selain itu, Carbon disulfide dapat
menyebabkan gejala seperti psikosis.
n) Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan
kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan sick building
syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), misal: parfum, derivate
petroleum, rokok.
4.
Faktor- Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
a. Faktor Fisik
1)
Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
2)
Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria,
Heat Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
3)
Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak
4)
Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
5)
Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel
tubuh manusia
6)
Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
7)
Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis
Pencegahan:
1)
Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2)
Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3)
Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4)
Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5)
Pelindung mata untuk sinar laser
6)
Filter untuk mikroskop
b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan
tambahan, hasil sementara, hasil samping(produk), sisa produksi atau bahan
buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel Cara masuk tubuh
dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit dan mukosa.
Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi,
alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan
janin Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang
paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak
negatif terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah
dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi
(amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan
toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan
yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
1)
Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada
untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2)
Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3)
Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek,
jas laboratorium) dengan benar.
4)
Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
5)
Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
c. Faktor Biologi
·
Viral Desiases: rabies, hepatitis
·
Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC, Tetanus
·
Parasitic Desiases: Ancylostomiasis, Schistosomiasis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic,
colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang
terkontaminasi, dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan
sekreta (misalnya HIV dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang
terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan
Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK
sangat besar, sebagai contoh dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena
infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau
swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa
kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen maupun debu beracun mempunyai
peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
1)
Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,
epidemilogi, dan desinfeksi.
2)
Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk memastikan
dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan
bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3)
Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good
Laboratory Practice).
4)
Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5)
Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius, dan spesimen secara benar.
6)
Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
7)
Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8)
Kebersihan diri dari petugas.
d.
Faktor Ergonomi/Fisiologi
Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja,
alat kerja, lingkungan kerja yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek
terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot, deformirtas tulang, perubahan
bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,
kebolehan, dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja
yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya.
Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua
pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the
Man to the Job
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan
Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya
tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada
umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah
sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan
gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah
nyeri pinggang kerja (low back pain).
e. Faktor Psikologi
Faktor ini sebagai akibat
organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan kerja komunikasi, keamanan), tipe
kerja (monoton, berulang-ulang, kerja berlebihan, kerja kurang, kerja shift,
dan terpencil). Manifestasinya berupa stress. Beberapa contoh faktor psikososial
yang dapat menyebabkan stress antara lain:
1)
Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup
mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan
2)
Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3)
Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau
sesama teman kerja.
4)
Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal
ataupun informal
5.
Diagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis
Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis
untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara
tepat. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan
sebagai pedoman:
a)
Menentukan diagnosis klinis Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan
terlebih dahulu dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada,
seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis
klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
b)
Menentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini Pengetahuan
mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk
dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu
dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti,
yang mencakup:
Penjelasan mengenai semua
pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis
1.
Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
2.
Bahan yang diproduksi
3.
Materi (bahan baku) yang digunakan
4.
Jumlah pajanannya
5.
Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
6.
Pola waktu terjadinya gejala
7.
Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
8.
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,
label, dan sebagainya)
c)
Menentukan apakah pajanan memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di
atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam
kepustakaan ada yang mendukung.
d)
Menentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut. Jika penyakit yang diderita hanya dapat
terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di
tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya
dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat
kerja.
e)
Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaan yang dapat
mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD? Riwayat adanya pajanan
serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih
sensitif terhadap pajanan yang dialami.
f)
Mencari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit?
Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk
menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
g)
Membuat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti
telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung
suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang
telah ada sebelumnya. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu
penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu,
pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan
pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada pada
waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya
memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari uraian di atas dapat dimengerti
bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja diperlukan pengetahuan
yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari
pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila
memungkinkan), dan data epidemiologis.
6.
Pencegahan Penyakit Akibat Kerja
Berikut ini beberapa tips
dalam mencegah penyakit kerja, diantaranya:
·
Memakai alat pelindung diri secara benar dan teratur
·
Mengenali resiko pekerjaan dan cegah supayah tidak terjadi lebih lanjut
·
Segara akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang
berkelanjutan
Selain itu terdapat pula
beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh seperti berikut ini:
a.
Pencegahan Pimer – Healt Promotio
·
Perilaku kesehatan
·
Faktor bahaya di tempat kerja
·
Perilaku kerja yang baik
·
Olahraga
·
Gizi
b.
Pencegahan Skunder – Specifict Protectio
·
Pengendalian melalui perundang-undangan
·
Pengendalian administratif/organisasi: rotasi/pembatas jam kerja
·
Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, alat pelindung diri (APD)
·
Pengendalian jalur kesehatan imunisasi
c.
Pencegahan Tersier
·
Pemeriksaan kesehatan pra-kerja
·
Pemeriksaan kesehatan berkala
·
Pemeriksaan lingkungan secara berkala
·
Surveilans
·
Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
·
Pengendalian segera ditempat kerja
Dalam pengendalian penyakit akibat kerja,
salah satu upaya yang wajib dilakukan adalah deteksi dini, sehingga pengobatan
bisa dilakukan secepat mungkin. Dengan demikian, penyakit bisa pulih tanpa
menimbulkan kecacatan. Sekurang-kurangnya, tidak menimbulkan kecacatan lebih
lanjut. Pada banyak kasus, penyakit akibat kerja bersifat berat dan
mengakibatkan cacat. Ada dua faktor yang membuat penyakit mudah dicegah.
1.
Bahan penyebab penyakit mudah diidentifikasi, diukur, dan dikontrol.
2.
Populasi yang berisiko biasanya mudah didatangi dan dapat diawasi secara
teratur serta dilakukan pengobatan.
Disamping itu perubahan awal seringkali bisa
pulih dengan penanganan yang tepat. Karena itulah deteksi dini penyakit akibat
kerja sangat penting. Sekurang-kurangnya ada tiga hal menurut WHO yang dapat
dijadikan sebagai pedoman dalam deteksi dini yaitu:
1.
Perubahan biokimiawi dan morfologis yang dapat di ukur melalui analisis
laboraturium. Misalnya hambatan aktifitas kolinesterase pada paparan terhadap
pestisida organofosfat, penurunan kadar hemoglobin (HB), sitologi sputum yang
abnormal, dan sebagainya.
2.
Perubahan kondisi fisik dan sistem tubuh yang dapat dinilai melalui
pemeriksaan fisik laboraturium. Misalnya elektrokardiogram, uji kapasitas kerja
fisik, uji saraf, dan sebagainya.
3.
Perubahan kesehatan umum yang dapat dinilai dari riwayat medis. Misalnya
rasa kantuk dan iritasi mukosa setelah paparan terhadap pelarut-pelarut
organik. Selain itu terdapat pula beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh
yaitu pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan kesehatan ini meliputi:
·
Pemeriksaan sebelum penempatan
Pemeriksaan ini dilakukan
sebelum seorang dipekerjakan atau ditempatkan pada pos pekerjaan tertentu
dengan ancaman terhadap kesehatan yang mungkin terjadi. Pemeriksaan fisik yang
ditunjang dengan pemeriksaan lain seperti darah, urine, radiologis, serta organ
tertentu, seperti mata dan telinga, merupakan data dasar yang sangat berguna
apabila terjadi gangguan kesehatan tenaga kerja setelah sekian lama bekerja.
·
Pemeriksaan kesehatan berkala
Pemeriksaan kesehatan
berkala sebenarnya dilaksanakan dengan selang waktu teratur setelah pemeriksaan
awal sebelum penempatan. Pada medical check-up rutin tidak selalu diperlukan
pemeriksaan medis lengkap, terutama bila tidak ada indikasi yang jelas. Pemeriksaan
ini juga harus difokuskan pada organ dan sistem tubuh yang memungkinkan
terpengaruh bahan-bahan berbahaya di tempat kerja, sebagai contoh, audiometri
adalah uji yang sangat penting bagi tenaga kerja yang bekerja pada lingkungan
kerja yang bising. Sedang pemerikaan radiologis dada (foto thorax) penting
untuk mendeteksi tenaga kerja yang berisiko menderita pneumokonosis, karena
lingkungan kerja tercemar debu.
7.
Tata
cara pelaporan Penyakit Akibat Kerja
a.
Permennaker
No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor PAK.
·
Pasal 2
(a) : pengurus dan badan yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada
Kantor Bina lindung Tenaga Kerja setempat.
·
Pasal 3
(a) : Laporan dilakukan dalam waktu paling lama 2 kali 24 jam setelah penyakit
dibuat diagnosa.
b.
Kepmannaker
No. Kepts. 333/Men/1989 tentang Diagnosa dan Pelaporan PAK
·
Pasal 3
(3) : setelah ditegakkan diagnosis PAK oleh dokter pemriksa maka wajib membuat
laporan medik.
·
Pasal 4
(a) :PAK harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerjayang bersangkutan
selambat-lambatnya 2 kali 24 jam kepada Kanwil Depnaker melalui Kantor
Depnaker.
·
Pasal 4
(b) : Untuk melaporkan PAK harus menggunakan bentuk B2/F5, B3/F6, B8/F7.
16 comments: