KASUS BANK LIPPO

September 25, 2017 hilda 0 Comments




Pada tahun 2002 Bank Lippo melakukan pelaporan laporan keuangan ganda. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda.
Laporan yang berbeda yaitu :
Pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28 November 2002.
Kedua, laporan ke BEJ pada 27 Desember 2002, dan
Ketiga, laporan yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio, Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank Lippo pada 6 Januari 2003.

Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan
mencantumkan ”opini wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %.

Untuk laporan keuangan yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata
terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77 miliar, dan CAR 24,77 %.

Karena itu BAPEPAM menjatuhkan sanksi denda kepada jajaran direksi PT Bank Lippo Tbk. sebesar Rp 2,5 miliar, karena pencantuman kata ”diaudit” dan ”opini wajar tanpa pengecualian” di laporan keuangan 30 September 2002 yang dipublikasikan pada 28 Nopember 2002, dan juga menjatuhkan sanksi denda sebesar Rp 3,5 juta kepada Ruchjat Kosasih selaku partner kantor akuntan publik (KAP) Prasetio, Sarwoko & Sandjaja karena keterlambatan penyampaian informasi penting mengenai penurunan AYDA Bank Lippo selama 35 hari.
Kasus diatas menyebabkan profesi akuntan beberapa tahun terakhir telah mengalami krisis kepercayaan. Hal itu mempertegas perlunya kepekaan profesi akuntan terhadap etika.


Etika Profesi yang Dilanggar:

1.      Integritas. Tindakan mencantumkan laporan yang belum diaudit dengan mengiklankan di media masa untuk publik dengan kata sudah di audit yang dilakukan akuntan diatas adalah tindakan yang melanggar integritas ; dimana seorang akuntan harus sangat jelas dan jujur dalam segala pekerjaan profesionalnya maupun dalam hubungan bisnisnya.
2.      Kepentingan Publik. Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. Pada kasus di atas KAP telah melakukan pelanggaran terhadap pelayanan kepentingan publik dalam hal ini memberikan laporan ganda yang berbeda beda untuk publik, BEJ, dan laporan akuntan publik sehingga menyesatkan para pengguna Laporan Keuangan
3.      Profesionalisme. Pelanggaran terhadap Perilaku Profesional karena berani memberikan pendapat ”Wajar Tanpa Pengecualian ” tanpa melakukan standar teknis secara profesional
4.      Obyektifitas. Kasus ini juga melanggar kode etik obyektifitas dalam menjalankan tugas profesioanlnya karena lebih berpihak kepada klien daripada berpihak kepada para pengguna eksternal laporan keuangan (Laporan palsu ke BEJ , dan masyarakat ). Obyektivitas artinya bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.


0 comments: